- Home >
- PASAL 49 UU NO.36 TAHUN 1999
Posted by : Kintama
Monday, 4 May 2015
UU NO.36 TAHUN
1999 TENTANG TELEKOMUNIKASI
BAB VII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 49
Penyelenggara telekomunikasi yang melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua
ratus juta rupiah).
Contoh Kasus
Pelanggaran Penyelenggaraan Telekomunikasi
Mengakibatan Kerugian Hingga (Asumsi) Sebesar Rp 770.836.500.000
(Surabaya, 21 Mei 2013). Kementerian Kominfo
beberapa tahun terakhir ini menemu kenali adanya peningkatan sejumlah
pelanggaran dan penyimpangan dalam penyelenggaraan telekomunikasi. Sebagian
diantaranya bahkan sudah diproses secara hukum di lembaga peradilan.
Pelanggaraan tersebut antara lain dalam bentuk: layanan jasa internet yang tidak
memiliki izin penyelenggaraan, penggelaran jaringan fiber optic yang tidak
memiliki izin penyelenggaraan jaringan telekomunikasi, penyelenggaraan layanan
jasa internet yang mengambil akses langsung ke luar negeri tanpa melalui
penyelenggara jasa interkoneksi internet, dan terminasi trafik internasional
yang tidak melalui sentral gerbang internasional penyelenggara SLI (Sambungan
Langsung Internasional).
Peningkatan jumlah pelanggaran ini mungkin searah
dengan seiring dengan peningkatan jumlah penyelenggara telekomunikasi. Dari
data di Ditjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika (Ditjen PPI), jumlah
penyelenggara telekomunikasi yang memillki izin penyelenggaraan telekomunikasi
sampai dengan bulan Desember 2012 adalah sebanyak 478 penyelenggara, dimana 128
di antaranya adalah penyelenggara jaringan telekomunikasi dan 350 penyelenggara
jasa telekomunikasi. Terhadap izin penyelenggaraan telekomunikasi yang telah
diterbitkan tersebut, Ditjen PPI telah melaksanakan tugas pokok dan fungsinya
yang bertujuan menjamin kepastian hukum dan kepastian usaha, menjamin kompetisi
dan persaingan yang sehat, menjamin kualitas layanan kepada masyarakat, dan
menjamin terpenuhinya kewajiban kepada negara dalam bentuk penerimaan pajak
maupun non pajak.
Adapun upaya-upaya penegakan hukum yang telah
dilakukan adalah melalui proses pembinaan antara lain dengan cara sosialisasi,
edukasi berupa temu wicara, workshop, surat edaran, surat peringatan / teguran,
serta penindakan (pencabutan izin penyelenggaraan dan atau pidana) terhadap penyelenggara
dan pelaku telekomunikasi. Beberapa contoh penegakan hukum penyelenggaraan
telekomunikasi yang telah dilaksanakan adalah sebagai berikut:
- Penertiban penyelenggara ISP dan NAP untuk wilayah Semarang dan Yogyakarta pada tahun 2011. Dari pelaksanaan penertiban tersebut, telah ditemukenali 26 pelaku layanan jasa internet yang tidak memiliki izin penyelenggaraan, setelah melalui proses pembinaan sampai dengan penertiban, terdapat 3 pelaku layanan jasa internet yang diproses hukum sampai dengan pengadilan.
- Pencabutan izin penyelenggaraan telekomunikasi. Pada periode tahun 2012-2013, Ditjen PPI telah mencabut 13 izin penyelenggaraan telekomunikasi.
Acara sosialisasi pra penertiban di Surabaya yang
dilakukan dibawah koordinasi Direktorat Pengendalian Ditjen PPI ini hanya
merupakan awal dari rencana penertiban terpadu yang ditujukan pada pelanggaran
dalam penyelenggaraan telekomunikasi, termasuk juga pelanggaran dalam
penggunaan spektrum frekuensi radio dan juga penggunaan perangkat
telekomunikasi yang tidak bersertifikat. Target wilayah operasi penertiban
adalah Jawa Timur, Jawa Tengah, DIY, Jawa Barat, DKI Jakarta dan Banten. Namun
tidak tertutup kemungkinan dapat meluas ke sejumlah provinsi lain-lainnya
sejauh dipandang ada potensi pelanggaran yang terjadi. Kementerian Kominfo,
khususnya Ditjen PPI, tidak ingin nantinya dianggap melakukan penertiban tanpa
sosialisasi dan edukasi terlebih dahulu, dan itulah sebabnya kegiatan di
Surabaya ini dilakukan. Bahwasanya akan ada strategi penertiban, metode dan waktu
tepat penertiban itu semua bersifat rahasia yang hanya merupakan kewenangan
beberapa pejabat tertentu di Ditjen PPI beserta aparat penegak hukum yang
berhak mengetahuinya.
Kegiatan sosialisasi yang dibuka resmi oleh Dirjen
PPI Syukri Batubara ini ditujukan untuk menyamakan persepsi diantara internal
jajaran Ditjen PPI dan Dinas-Dinas Kominfo terkait yang ada di daerah bersama
berbagai instansi terkait yang rutin bekerja-sama dengan Ditjen PPI dalam
setiap kegiatan penertiban, yaitu Korwas PPNS Bareskrim, Korwas PPNS Polda dan
PPNS Balai Monitoring Spektrum Frekuensi Radio Ditjen Sumber Daya dan Perangkat
Pos dan Informatika. Dalam sosialisasi ini dipaparkan sejumlah persoalan hukum
dalan penyelenggaraan telekomunikasi yang disampaikan oleh sejumlah nara sumber
terkait, seperti misalnya mengenai perizinan telekomunikasi, pengawasan
penggunaan frekuensi dan perangkat telekomunikasi, peran BRTI dalam pengawasan
penyelenggaraan telekomunikasi, tugas dan kewenangan PPNS Kementerian Kominfo,
serta peranan penyidik Polri dalam penegakan tindak pidana bidang
telekomunikasi.
Pendapat tentang
pasal 49
Menurut saya, Penerapan pasal 49 Undang-Undang Telekomunikasi
UU No. 36 tahun 1999. Menimbang bahwa tujuan pembangunan nasional adalah untuk
mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; bahwa penyelenggaraan
telekomunikasi mempunyai arti strategis dalam upaya memperkukuh persatuan dan
kesatuan bangsa, mernperlancar kegiatan pemerintahan, mendukung terciptanya
tujuan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, serta meningkatkan hubungan
antarbangsa dan pelaku pelanggaran tentang pasal tersebut patut mendapatkan
hukuman yang setimpal.
Referensi