- Home >
- kode etik profersi jaksa
Posted by : Kintama
Saturday, 4 April 2015
Kode Etik Jaksa
Kode etik jaksa serupa dengan kode etik profesi yang
lain. Mengandung nilai-nilai luhur dan ideal sebagai pedoman berperilaku dalam
satu profesi. Yang apabila nantinya dapat dijalankan sesuai dengan tujuan akan
melahirkan jaksa-jaksa yang memang mempunyai kualitas moral yang baik dalam
melaksanakan tugasnya. Sehingga kehidupan peradilan di Negara kita akan
mengarah pada keberhasilan.
Sebagai komponen kekuasaan eksekutif di bidang penegak hukum, adalah tepat
jika setelah kurun waktu tersebut, kejaksaan kembali merenungkan keberadaan
institusinya, sehingga dari perenungan ini, diharapkan dapat muncul kejaksaan
yang berparadigma baru yang tercermin dalam sikap, pikiran dan perasaan,
sehingga kejaksaan tetap mengenal jati dirinya dalam memenuhi panggilan
tugasnya sebagai wakil negara sekaligus wali masyarakat dalam bidang penegakan
hukum.
Sebagai kelengkapan dari pembinaan dan etika profesi
sebagai jaksa, berdasarkan keputusan jaksa agung nomor Kep-074/J.A./7/1978
tanggal 17 Juli 1978, disahkan Panji Adhyaksa. Panji ini merupakan perangkat
kejaksaan, lambang kebanggaan korps, lambing cita-cita kejaksaan dan mengikat
jiwa korps kejaksaan.
Pada panji tersebuit terdapat lambing korps
kejaksaan, berbentuk lukisan yang terdiri dari tiga buah bintang bersudut tiga,
Pedang, timbangan, setangkai padi dengan jumlah 17 butir dan kelopak bungan
kapas sejumlah 8 buah melingkari pedang dan timbangan ditengahnya. Dibawahnya
terdapat seloka berbunyi Satya Adhi Wicaksana.
Selanjutnya berdasarkan keputusan jaksa agung no.
kep-052/J.A./8/1979 yang disempurnakan oleh keputusan Jaksa Agung No.
kep-030/J.A./1988 ditetapkan doktrin kejaksaan tri karma adhyaksa, sebagai
pedoman yang menjiwai setiap warga kejaksaan. Doktrin tersebut kemudian
dijabarkan dalam kode etik jaksa yang diterbitkan oleh pengurus pusat persatuan
jaksa pada tanggal 15 Juni 1993 yang disebut tata karma adhyaksa, terdiri atas
pembukaan dan 17 pasal.
Dalam rangka mewujudkan jaksa yang memiliki
integritas kepribadian serta disiplin tinggi guna melaksanakan tuigas penegakan
hokum dalam rangka mewujudkan keadilan dan kebenaran, maka dikeluarkanlah kode
prilaku jaksa sebagaimana tertuang dalam peraturan jaksa agung RI (PERJA) No. :
Per-067/A/JA/07/2007 tanggal 12 Juli 2007.
Dalam kode perilaku jaksa antara lain disebut:
a.
Kewajiban pasal (3)
b. Larangan (pasal 4)
1.Mentaati kaidah hokum, peraturan perundang-undang
dan peraturan kedinasan yang berlaku
2.Menghormati prinsip cepat, sederhana, biaya ringan
sesuai dengan asas peradilan yang diatur dalam KUHAP.
3.Berdasarkan pada keyakinan dan alat bukti yang sah
untuk mencapai keadilan kebenaran
4.Bersikap mandiri, bebas dari pengaruh, tekanan/
ancaman, opini public secara langsung atau tidak langsung
5.Bertindak secara objektif dan tidak memihak
6.Memberitahukan dan atau memberikan hak-hak yang
dimiliki oleh tersangka/terdakwa maupun korban
7.Membangun dan memelihara hubungan antara aparat
penegak hokum dan mewujudkan system peradilan pidana terpadu
8.Mengundurkan diri dari penanganan perkara yang
mempunyai kepentingan pribadi atau keluarga, mempunyai hubungan pekerjaan,
partai atau financial atau mempunyai nilai ekonomis secara langsung atau tidak
langsung
9.Menyimpan dan memegang rahasia sesuatu yang
seharusnya dirahasiakan
10.Menghormati kebebasan dan perbedaan pendapat
sepanjang tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan.
11.Menghormati dan melindungan hak-hak asasi manusia
dan hak-hak kebebasan sebagaimana yang tertera dalam peraturan perundang-undang
dan instrument hak asasi manusia yang diterima secara universal.
12.Menanggapi kritik dengan arif dan bijaksana
13.Bertanggung jawab secara internal dan berjenjang,
sesuai dengan prosedur yang ditetapkan
14.Yang bertanggung jawab secara eksternal kepada
public sesuai dengan kebijakan pemerintah dan aspirasi masyarakat tentang
keadilan dan kebenaranb. Larangan (pasal 4)
Dalam menjalankan tugas profesi jaksa dilarang:
- Menggunakan jabatan dan atau kekuasaanya untuk kepentingan pribadi atau pihak lain
- Merekayasa fakta-fakta hokum dalam penanganan perkara
- Menggunakan kapasitas dan otoritasnya untuk melakukan penekanan secara fisik atau dan psikis
- Meminta dan atau menerima hadiah dan atau keuntungan serta melarang keluarganya meminta dan atau menerima hadiah dan atau keuntungan sehubungan dengna jabatannya
- Menangani perkara yang mempunyai kepentingan pribadi atau keluarga, atau mempunyai hubungan pekerjaan, partai, atau financial atau mempunyai nilai ekonomis secara langsung atau tidak langsung
- Bertindak diskriminatif dalam bentuk apapun
- Membentuk opini public yang dapat merugikan kepentingan kepenegakan hokum
- Memberikan keterangan kepada public kecuali terbatas pada hal-hal teknis perkara yang ditangani
Sanksi
Jaksa yang melanggar akan diberikan sanksi yang
sesuai dengan pasal 5, yaitu;
(1)
Pelanggaran yang dilakukan oleh Jaksa terhadap Kode Perilaku Jaksa dapat berupa tidak melaksanakan kewajiban
dan/atau melakukan perbuatan yang dilarang. Jaksa yang tidak melaksanakan
kewajiban dan/atau melakukan perbuatan yang dilarang dapat dijatuhi tindakan administratif.
(2)
Penjatuhan tindakan administratif kepada Jaksa berdasarkan Kode Perilaku
Jaksa tidak menghapuskan pemberian sanksi pidana, antara lain berdasarkan KUHP,
Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, dsb; pemberian sanksi berdasarkan
Undang-Undang Kejaksaan dan turunannya serta pemberian hukuman disiplin pegawai
negeri berdasarkan PP 30 Tahun 1980.
(3a)
Tindakan administratif berupa pembebasan dari tugas-tugas Jaksa berarti
pencabutan segala wewenang yang melekat pada fungsi Jaksa.
(3b)
Tindakan administartif berupa pengalihtugasan pada satuan unit kerja
yang lain maksudnya adalah pengalihtugasan pada satuan unit kerja yang kelasnya
lebih rendah paling singkat selama 1
(satu) tahun, dan paling lama 2 (dua) tahun. Setelah masa menjalani tindakan administratif selesai,
maka Jaksa yang bersangkutan dapat dialihtugaskan lagi ketempat yang setingkat
dengan pada saat sebelum menjalani tindakan administratif.
Contoh
Contoh kasus pelanggaran kode etik jaksa adalah:
Hamzah Tadza
Jaksa Agung Muda Pengawasan Kejaksaan Agung, Hamzah
Tadza, menyatakan bahwa jaksa yang menangani kasus Gayus Tambunan telah
melakukan pelanggaran berat. Hamzah menegaskan, karena ditemukan indikasi
kesengajaan, tidak menutup kemungkinan akan berujung pada pemberhentian tidak
hormat. Pemberhentian tidak hormat akan menunggu seluruh hasil pemeriksaan
selesai dilakukan dengan juga melakukan konfrontir dengan Gayus Tambunan,
penyidik kepolisian, serta pengacara Gayus.
Pelanggaran berat yang dilakukan oleh jaksa yang
menangani perkara Gayus bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) No.
30/1980. PP itu menyebutkan bahwa setiap pegawai negeri harus “disiplin”, yakni
disiplin dalam ucapan, tulisan, dan perbuatan baik di dalam maupun di luar jam
kerja. Hamzah menegaskan, jika kemudian ditemukan ada indikasi pidana, yakni
menerima uang alias gratifikasi dalam menangani perkara, maka mengacu pada PP
No. 20/2008, Jaksa Agung berhak memberhentikan sementara statusnya sebagai
jaksa berdasarkan rekomendasi Jaksa Agung Muda Pengawasan. “Apabila nanti ada
salah seorang jaksa terbukti pidana Jaksa Agung berhak
memberhentikan,”tandasnya.
Kejaksaan Agung sendiri telah telah menetapkan lima
orang aparaturnya sebagai terlapor dugaan pelanggaran etika profesi dalam kasus
pajak Gayus Halomoan Tambunan. Para terlapor itu adalah jaksa P16 selaku
peneliti Cirus Sinaga, Fadil Regan, Eka Kurnia Sukmasari, dan Ika Savitrie
Salim dan jaksa P16A Nazran Aziz dari Kejari Tangerang, sebagai jaksa sidang.
Para pejabat struktural yang turut diperiksa adalah
Kasubbag Tata Usaha pada Direktorat Prapenuntutan Rohayati, karena mengetahui
alur administrasinya, Kasubdit Kamtibum dan TPUL pada Direktorat Prapenuntutan
Jampidum Mangiring, yaitu tempat berkas masuk. Tak lupa, Direktur Prapenuntutan
Poltak Manullang, Direktur Penuntutan Pohan Lasphy, juga ikut diperiksa. Hamzah
menegaskan, dalam pemeriksaan yang dilakukan tersebut yang paling
bertanggungjawab adalah Ketua Jaksa Peneliti Berkas Cirus Sinaga yang sekarang
menjadi Asisten Pidana Khusus di Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah serta Direktur
Prapenuntutan Poltak Manulang yang menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku.
“Dalam kasus ini keduanya yang paling bertanggung jawab,”tegasnya. Hamzah
bilang, jabatan struktural keduanya kini sudah resmi dicopot.
Referensi:
http://www.kejaksaan.go.id/unit_kejaksaan.php?idu=26&idsu=25&id=865
apakah ada kode etik untuk pegawai kejaksaan non jaksa
ReplyDeleteizin kopas ya..
ReplyDelete