Popular Post

Popular Posts

Translate

Lagu Ryuzuki

About Me

My photo
Seorang wibu yang banyak waktu luang

Recent post

Archive for May 2015

UU NO.36 TAHUN 1999 TENTANG TELEKOMUNIKASI
BAB VII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 49
Penyelenggara telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Contoh Kasus
Pelanggaran Penyelenggaraan Telekomunikasi Mengakibatan Kerugian Hingga (Asumsi) Sebesar Rp 770.836.500.000
(Surabaya, 21 Mei 2013). Kementerian Kominfo beberapa tahun terakhir ini menemu kenali adanya peningkatan sejumlah pelanggaran dan penyimpangan dalam penyelenggaraan telekomunikasi. Sebagian diantaranya bahkan sudah diproses secara hukum di lembaga peradilan. Pelanggaraan tersebut antara lain dalam bentuk: layanan jasa internet yang tidak memiliki izin penyelenggaraan, penggelaran jaringan fiber optic yang tidak memiliki izin penyelenggaraan jaringan telekomunikasi, penyelenggaraan layanan jasa internet yang mengambil akses langsung ke luar negeri tanpa melalui penyelenggara jasa interkoneksi internet, dan terminasi trafik internasional yang tidak melalui sentral gerbang internasional penyelenggara SLI (Sambungan Langsung Internasional).
Peningkatan jumlah pelanggaran ini mungkin searah dengan seiring dengan peningkatan jumlah penyelenggara telekomunikasi. Dari data di Ditjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika (Ditjen PPI), jumlah penyelenggara telekomunikasi yang memillki izin penyelenggaraan telekomunikasi sampai dengan bulan Desember 2012 adalah sebanyak 478 penyelenggara, dimana 128 di antaranya adalah penyelenggara jaringan telekomunikasi dan 350 penyelenggara jasa telekomunikasi. Terhadap izin penyelenggaraan telekomunikasi yang telah diterbitkan tersebut, Ditjen PPI telah melaksanakan tugas pokok dan fungsinya yang bertujuan menjamin kepastian hukum dan kepastian usaha, menjamin kompetisi dan persaingan yang sehat, menjamin kualitas layanan kepada masyarakat, dan menjamin terpenuhinya kewajiban kepada negara dalam bentuk penerimaan pajak maupun non pajak.
Adapun upaya-upaya penegakan hukum yang telah dilakukan adalah melalui proses pembinaan antara lain dengan cara sosialisasi, edukasi berupa temu wicara, workshop, surat edaran, surat peringatan / teguran, serta penindakan (pencabutan izin penyelenggaraan dan atau pidana) terhadap penyelenggara dan pelaku telekomunikasi. Beberapa contoh penegakan hukum penyelenggaraan telekomunikasi yang telah dilaksanakan adalah sebagai berikut:
  1. Penertiban penyelenggara ISP dan NAP untuk wilayah Semarang dan Yogyakarta pada tahun 2011. Dari pelaksanaan penertiban tersebut, telah ditemukenali 26 pelaku layanan jasa internet yang tidak memiliki izin penyelenggaraan, setelah melalui proses pembinaan sampai dengan penertiban, terdapat 3 pelaku layanan jasa internet yang diproses hukum sampai dengan pengadilan.
  2. Pencabutan izin penyelenggaraan telekomunikasi. Pada periode tahun 2012-2013, Ditjen PPI telah mencabut 13 izin penyelenggaraan telekomunikasi.

Acara sosialisasi pra penertiban di Surabaya yang dilakukan dibawah koordinasi Direktorat Pengendalian Ditjen PPI ini hanya merupakan awal dari rencana penertiban terpadu yang ditujukan pada pelanggaran dalam penyelenggaraan telekomunikasi, termasuk juga pelanggaran dalam penggunaan spektrum frekuensi radio dan juga penggunaan perangkat telekomunikasi yang tidak bersertifikat. Target wilayah operasi penertiban adalah Jawa Timur, Jawa Tengah, DIY, Jawa Barat, DKI Jakarta dan Banten. Namun tidak tertutup kemungkinan dapat meluas ke sejumlah provinsi lain-lainnya sejauh dipandang ada potensi pelanggaran yang terjadi. Kementerian Kominfo, khususnya Ditjen PPI, tidak ingin nantinya dianggap melakukan penertiban tanpa sosialisasi dan edukasi terlebih dahulu, dan itulah sebabnya kegiatan di Surabaya ini dilakukan. Bahwasanya akan ada strategi penertiban, metode dan waktu tepat penertiban itu semua bersifat rahasia yang hanya merupakan kewenangan beberapa pejabat tertentu di Ditjen PPI beserta aparat penegak hukum yang berhak mengetahuinya.

Kegiatan sosialisasi yang dibuka resmi oleh Dirjen PPI Syukri Batubara ini ditujukan untuk menyamakan persepsi diantara internal jajaran Ditjen PPI dan Dinas-Dinas Kominfo terkait yang ada di daerah bersama berbagai instansi terkait yang rutin bekerja-sama dengan Ditjen PPI dalam setiap kegiatan penertiban, yaitu Korwas PPNS Bareskrim, Korwas PPNS Polda dan PPNS Balai Monitoring Spektrum Frekuensi Radio Ditjen Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika. Dalam sosialisasi ini dipaparkan sejumlah persoalan hukum dalan penyelenggaraan telekomunikasi yang disampaikan oleh sejumlah nara sumber terkait, seperti misalnya mengenai perizinan telekomunikasi, pengawasan penggunaan frekuensi dan perangkat telekomunikasi, peran BRTI dalam pengawasan penyelenggaraan telekomunikasi, tugas dan kewenangan PPNS Kementerian Kominfo, serta peranan penyidik Polri dalam penegakan tindak pidana bidang telekomunikasi.
Pendapat tentang pasal 49
Menurut saya, Penerapan pasal 49 Undang-Undang Telekomunikasi UU No. 36 tahun 1999. Menimbang bahwa tujuan pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; bahwa penyelenggaraan telekomunikasi mempunyai arti strategis dalam upaya memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, mernperlancar kegiatan pemerintahan, mendukung terciptanya tujuan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, serta meningkatkan hubungan antarbangsa dan pelaku pelanggaran tentang pasal tersebut patut mendapatkan hukuman yang setimpal.

                 
Referensi


PASAL 49 UU NO.36 TAHUN 1999

- Copyright © 2013 Ryuuzuky~Rikudo - Kurumi Tokisaki - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -